Jumat, 15 Juli 2022

PGP 4-Kabupaten Nganjuk-Zuana Nurul Huda-3.3.Aksi Nyata

3.3.a.10 Aksi Nyata - Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid

Program Digitalisasi Karya Siswa

(DISKA)

1. Latar Belakang

Dalam menuntun anak menjadi seseorang yang berguna bagi lingkungan dan bangsanya, guru mengoptimalkan potensi sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya. Dengan peran guru yang selaras dengan filosofi Ki Hajar Dewantara, bagaikan petani yang menanam padi, jagung ataupun kedelai, peran guru bukanlah memaksa jagung menjadi padi, tetapi membuat jagung menjadi optimal. Jagung yang subur dan berbuah bagus, padi yang optimal dengan bulir yang sempurna, menjadi kedelai dengan hasil yang memuaskan. Murid dituntun untuk menjadi sesuatu yang ooptimal sesuai kodrat alamnya. Meninjau kodrat zaman, pada kondisi modern yang serba digital ini, para siswa perlu di arahkan untuk mengoptimalkan potensi sesuai kodrat zamannya juga. Karena itulah digitalisasi karya siswa ini perlu diadakan untuk menyesuaikan dengan kodrat zamannya.

Sebagai guru yang memahami betul kebutuhan siswa, kami di SMPN 1 Prambon mengadakan program DISKA (Digitalisasi Karya Siswa) Program yang dikembangkan adalah program untuk mengembangkan ketrampilan literasi digital. Dalam hal ini kompetensi literasi digital yaitu digital culture,ctitical thinking, online safety skills, digital ethics dan finding information.

Membina murid agar cakap berliterasi digital, karena siswa pada masa sekarang ini menyumbang angka terbesar pengguna dunia digital. Mendorong murid memiliki ketrampilan membuat konten baik berupa tulisan maupun video sesuai dengan bakat dan minat mereka. mengembangkan kreatifitas dan inovasi mereka untuk menyuguhkan karya terbaik mereka ke khalayak umum. DISKA bisa dimanfaatkan sebagai media pembelajaran dan literatur. DISKA adalah wujud kolaborasi dari murid, guru dan komponen sekolah lainnya dalam berkreatifitas menyuguhkan karya karya siswa yang mudah di akses dan dimanfaatkan oleh semua siswa. 

2. PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN AKSI NYATA 

2.1 Jenis program : KO-KURIKULER 

2.2 Karakteristik lingkungan belajar yang akan dibangun : Ligkungan yang menyediakan murid berfikir       positif. Lingkungan tersebut berkomitmen untuk menempatkan murid sedemikian rupa sehingga             aktif menentukan proses belajarnya sendiri. 

2.3 Tujuan dan capaian kegiatan

2.3.1 Tujuan Program yang akan dikembangkan adalah untuk mengembangkan ketrampilan literasi              digital. Dalam hal ini kompetensi literasi digital yaitu digital culture,ctitical thinking, online safety          skills, digital ethics dan finding information.

2.3.2 Capaian, (Tahap Perencanaan)

  • Mencari referensi di berbagai literatur 
  • Menyesuaikan program yang sesuai untuk meningkatkan kemampuan literasi digital siswa.
  • Berkomunikasi dan berkolaborasi dengan pengelola web sekolah (smpn1prambon.sch.id)
  • Membuat daftar tindakan untuk pelaksanaan program.

2.3.3 Capaian, (Tahap Pelaksanaan)

  • Sosialisasi program kepada guru dan siswa.
  • Koordinasi dengan guru yang berperan sebagai kolaborator dalam pelaksanaan program ini.
  • Membuat wadah Hasil Karya siswa dalam web sekolah (smpn1prambon.sch.id)
  • Mempromosikan web untuk siswa yang bisa diakses secara umum.

2.3.4 Capaian, (Tahap Refleksi)

  • Rapat evaluasi dengan guru kolaborator
  • Memonitor jumlah pengunjung web sekolah.
  • Menentukan tindak lanjut. Suara/voice Siswa diberikan kebebasan untuk berpendapat konten apa yang akan dibuat dalam pusmaya lalu membuat kesepakatan apa saja jenis yang akan ditampilkan misalnya prosedur/tutorial, puisi, cerpen, pengetahuan dan lain sebaganya Pilihan/choice Siswa diberikan kebebasan memilih produk yang dibuat (tulisan atau video) dan juga isi konten sesuai list kesepakatan sebelumnya

2.4 Skala Program 

Program ini di tujukan untuk siswa kelas 9 SMPN 1 Prambon yang berjumlah 288 siswa. Karya siswa yang di upload di web sekolah telah melalui proses penyaringan. Sehingga kaya yang di tayangkan adalah karya karya mereka yang memang layak. Setiap karya dibuat dicantumkan pembuat karya sebagai bentuk penghargaan pemilikan ide siswa kepemilikan/ownership.

2.5 Pengaturan Program

Program ini dilaksanakan dalam jam intrakurikuler, dilaksanakan sejalan dengan pembelajaran mata pelajaran yang ada. Guru mata pelajaran memberikan tugas kepada siswa. Pembelajaran ini mengacu pada pendekatan PBL (Project Based Learning).

Siswa yang mengumpulkan hasil karya di minta mengupload ke laman yang telah disediakan oleh sekolah di SMPN 1 Prambon.sch.id. Link di bagikan secara terbuka dan bisa di akses oleh semua yang berkepentingan.

Kegiatan pembinaan dan monitoring dilaksanakan pada jam istirahat atau jam yang disepakati antara murid dengan guru. Program ini adalah program terjadwal yang mana setiap kelas harus menyetorkan hasil karya minimal 1 karya dalam 1 bulan. Mekanismenya murid di setiap kelas dibagi dalam kelompok kerja, dan setiap kelompok memiliki jawal posting sesuai kesepakatan murid. Konten bisa berupa tulisan maupun video. Batasan konten disepakati bersama guru dan murid. Murid sebagai pengguna DISKA bisa memberikan saran dan kritik membangun di platform DISKA, sehingga ada umpan balik dari pengguna kepada pencipta karya. Interaksi yang positif bisa terjalin antar murid ketika mengembangkan kreatifitas konten. Murid diberikan peluang untuk memilih sendiri bagaimana dia belajar berproses. Setiap sebulan sekali diadakan refleksi program oleh tim DISKA.

2.5 Sumber Daya

Setelah melalui analisis aset, didapatkan beberapa aset yang mendukung terlaksananya program ini, yaitu:

  • Fasilitas Komputer yang baik.
  • Jaringan internet memadai
  • Tenaga guru yang menguasai TIK dengan baik
  • Waktu pelaksanaan yang fleksibel
  • Dukungan kepala sekolah dan pihak pihak lain.
  •  Adanya komunitas praktisi kependidikan yang membantu pelaksanaan program ini dalam setiap prosesnya.

3. DAMPAK  YANG  DIDAPATKAN  SETELAH  PROGRAM  DIJALANKAN 

Siswa cakap dalam literasi digital dan membuat karya yang layak tayang. Tidak hanya penikmat akan tetapi mampu berkreatifitas sesuai bakat dan minatnya membuat konten literasi digital. Sebagai program yang bisa dijadikan media promosi untuk menarik calon siswa baru dan meningkatkan kepercayaan masyarkat terkait mutu sekolah. Daftar tindakan/hasil tanggapan Memilih platform yang digunakan sebagai program DISKA dan mengadakan program lanjutan literasi digital setelah DISKA berhasil dibuat. Guru yang pandai IT masuk dalam admin DISKA, sebagai editor dan penyunting. Evaluasi program menggunakan survey siswa (berupa wawancara dan angket) Daftar tindakan/hasil tanggapan Penanggung jawab adalah KS, Koordinator per kelas adalah ketua kelas dibantu guru kelas, yang memonitor adalah tim pusmaya yang terdiri dari unsur komponen sekolah. Dengan rapat dinas yang diadakan sebulan sekali merefleksikan kegiatan, apa yang perlu ditingkatkan dan solusi jika ada permasalahan.

4. REFLEKSI SETELAH MELAKSANAKAN PROGRAM

Refkeksi ini menggunakan model 4f yoleh Dr. Roger Greenaway, yang terdiri dari Fact, Fellings, Findings, dan Future.

         Program DISKA ini adalah aksi bagaimana membuat program yang berdampak pada murid. Yang mana memperhatikan voice, choice dan ownership dari murid. Program yang dikembangkan dari, oleh dan untuk murid. Sesuai dengan filosofi Ki Hajar yang menyebutkan bahwa anak bukanlah tabularasa. Anak bukanlah kertas kosong, yang bisa kita berikan goresan sesuka kita. Anak sudah memiliki goresan tipis dan kita sebagai pendidik harus mampu menebalkan goresan yang baik dan menghapus goresan yang tidak baik. Setiap anak memiliki bakat dan minat, maka sangat perlu untuk mengetahui kebutuhan belajar anak. Sehingga guru bisa menyusun rancangan pembelajaran yang bisa mengcover kebutuhan muridnya. 

       Sejak awal program saya sudah merasa optimis dapat melaksanakan dengan baik program ini, karena sudah sesuai denga kodrat zaman siswa. Saya yakin, dengan dukungan dari berbagai pihak dan dengan pemetaan aset yang kami miliki, program ini bisa berjalan sesuai dengan harapan. Karena, kepemimpinan murid bisa terbentuk, tinggal bagaimana seorang guru memposisikan dirinya dan  rangkaian kegiatan/ program dirancang sedemikian rupa sehingga suara, pilihan serta kepemilikan murid bisa tercover. Hal baik dari aksi nyata yang telah saya laksanakan adalah ketiga faktor kepemimpinan murid sangat kental di setiap tahapan program. Mereka diajak diskusi, urun rembug, bagaimana program ini baiknya dijalankan. Akhirnya sampai pada pilihan proyek, mereka sendiri juga yang menentukan. Setiap produk yang dihasilkan diberi labelling nama siswa, hal ini untuk membentuk rasa kepemilikan dan kebanggaan karena sudah berhasil membuat produk. Yang mana hal ini dapat memicu motivasi internal dalam diri mereka untuk terus mengahsilkan karya. Hambatan dalam aksi nyata ini adalah belum terbiasanya murid-murid dan rekan sejawat (guru) untuk bersama-sama saling berkolaborasi dalam suatu program yang tergolong baru. Perlu penyesuaian. Yang semula, kegiatan murni dari arahan guru, akan tetapi sekarang disesuaikan dengan kebutuhan murid dan benar-benar memperhatikan suara, pilihan dan kepemilikan murid.

          Pelajaran yang bisa saya ambil dari aksi nyata yang telah saya lakukan adalah bahwa di setiap kegiatan yang kita lakukan, kita harus mindfulness, fokus pada tujuan. Dan kolaborasi adalah suatu yang penting, Bekerja bersama-sama dengan visi dan misi yang sama. Kompetensi Sosial Emosional (KSE) teruji disini, bagaimana kita harus bersikap, bagaimana caranya membangun relasi, bagaimana bersosialisasi, bagaimana cara kita menggerakkan orang lain. 9 langkah pengambilan keputusan juga diperlukan dalam aksi nyata ini, tentu saja berdasarkan prinsip pengambilan keputusan. Penerapan budaya positif, bagaimana kita berlaku sebagai manajer juga memiliki andil yang besar ketika saya menjalankan program ini. Hal baru yang baru saya ketahui mengenai diri saya setelah proses ini adalah semangat saya, motivasi internal membangun diri saya agar menepis kekhawatiran menjadi sebuah kekuatan untuk menghadirkan diri saya secara utuh dan mengaktualisasikan ilmu yang saya peroleh dalam pendidikan guru penggerak sehingga  program ini bisa berjalan sesuai harapan.

        Di kemudian hari saya mengharapkan program ini bisa terus berlangsung dan bisa menjadi salah satu referensi yang terpercaya terutama bagi sekolah kami dan sekolah sekolah di sekitar sekolah kami.

4. DOKUMENTASI 

4.1 Tahap Perencanaan


Gambar 4.1.1. Tahap perencanaan dengan Kepala Sekolah dan guru kolaborator.


Gambar 4.1.2. Koordinasi dengan Pengajar Praktik
4.2 Tahap Pelaksanaan.

Gambar 4.2 1 Halaman Beranda smpn1prambon.sch.id

Gambar 4.2.2 Halaman youtube yang terintegrasi dengan web smpn1prambon.sch.id yang memuat karya siswa (https://www.youtube.com/channel/UCTgUUnqJRQAqGqUVdmdNrdQ)


Gambar 4.2.3 Halaman Portal belajar yang berisi materi dan karya siswa di web smpn1prambon.sch.id

4.3 Refleksi dan Evaluasi


 Gambar 4.3.1 Refleksi dengan Pengelola web sekolah.


Gambar 4.3.2 Tindak lanjut perluasan program kepada seluruh guru di SMPN 1 Prambon

Rabu, 27 April 2022

3.1.a.9. Koneksi Antarmateri (Rangkuman Materi CGP Pengambilan Keputusan)

  • Pengaruh filosofi Pratap Triloka terhadap pengambilan keputusan seorang pemimpin pembelajaran.

Pratap Triloka ialah semboyan terkenal yang di cetuskan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu "Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangunkarsa, Tut Wuri handayani". Dalam mengambil keputusan yang akan berdampak besar pada murid, seorang pemimpin pembelajaran seyogyanya tidak lepas dari semboyan itu karena sangat penting diterapkan dalam menjaga, memupuk dan memfasilitasi murid untuk bisa mencapai bakat optimal mereka (Pembelajaran yang berpihak pada murid).

  • Nilai-nilai yang tertanam dan berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan.

Nilai nilai kebajikan yang tertanam pada diri kita akan memandu kita dalam pengambilan keputusan yang adil dan proporsional. Nilai nilai yang seringkali dipertentangkan adalah tanggung jawab, keadilan, kewajiban melawan empati, kasih sayang dan kepedulian.  

Terdapat 3 prinsip dalam pengambilan keputusan antara lain Care-Based thinking, End-Based Thinking dan Rule-Based thinking. Nilai nilai yang akan kita prioritaskan sesuai konteks dan dilema etika yang di hadapi. Terkadang kita harus menggunakan Care-Based thinking, terkadang kita harus menggunakan prinsip Rule-Based thinking ataupun End-Based Thinking. 

Dalam pengujian dan pengambilan keputusan yang didampingi oleh fasilitator dan pendamping yang berhubungan dengan coaching, bisa disimpulkan bahwa pemahaman dan penghayatan kita atas nilai nilai luhur dalam budaya kita sangat penting sebagai dasar pengambilan keputusan.  

Kecerdasan sosial dan emosional seorang guru berperan dominan dan sangat signifikan dalam pengambilan keputusan yang efektif dan adil. Dengan kecerdasan sosial dan emosional yang stabil, seorang guru akan dapat berfikir jernih. Dengan kesadaran penuh dan kejernihan pikiran, maka akan didapatkan sebuah keputusan yang baik.

Studi kasus yang disajikan dalam LMS Pendidikan Guru Penggerak bervariasi. Membeikan contoh contoh kasus dilema etika yang lengkap. Empat paradigma (Individu lawan masyarakat (individual vs community) 2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy) 3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty) 4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term))

  • Pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Seorang pemimpin pembelajaran haruslah mampu berbuat adil. Menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dalam sebuah lingkungan, misalnya sebuah sekolah, sebuah tindakan pengambilan keputusan yang adil akan membuat warga sekolah merasa mendapatkan haknya. Jika semua pihak yang terlibat dan terdampak dari sebuah keputusan yang diambil merasa puas (win-win solution) maka akan tercipta lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Dalam menyelesaikan sebuah pengambilan keputusan dari sebuah dilema, tentu saja akan dihadapi banyak kesulitan dan kebimbangan. Tidak akan menjadi sebuah kebijakan atau keputusan yang baik apabila ada pihak yang merasa dirugikan.  Kesulitan yang sering kali di hadapi adalah rasa bersalah dan penyesalan yang mungkin timbul di belakang setelah keputusan itu dilaksanakan walaupun sudah melalui 9 langkah pengujian. Terkait dengan perubahan paradigma di lingkungan, tidak akan ditemui banyak kesulitan. Di era komunikasi dan informasi yang serba mudah, akan mudah pula menyampaikan pesan pesan dan nilai nilai paradigma baru dengan teknik dan bahasa yang tepat.

  • Pengaruh pada kemerdekaan belajar murid.

Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seorang pemimpin pembelajaran akan selalu dilatar belakangi oleh pengetahuan, pengalaman, pola pikir dan juga nilai nilai luhur yang ia yakini. Dengan paradigma yang sudah dibentuk selama program pendidikan guru penggerak dilaksanakan, para CGP akan secara otomatis mengambil keputusan yang berpihak pada kemerdekaan belajar murid. Pertimbangan pertimbangan yang dipakai akan selalu berpusat pada murid.

Sebuah keputusan yang diambil berdasarkan kepentingan murid, akan menjadi starting point bagi kemajuan dan kesuksesan murid. Program program yang dihasilkan dari keputusan itu akan memberikan dukungan pada murid untuk maju dan bertumbuh sesuai kodratnya.

  • Kesimpulan 

Mengambil sebuah keputusan yang akan berdampak luas bagi lingkungan kita bukanlah sebuah hal yang sepele. Perlu pertimbangan pertimbangan yang matang. Kepentingan murid harus didahulukan. Pengujian dan pengambilan keputusan sebaiknya selalu melewati 9 langkah pengujian dan pengambilan keputusan yang sudah di pelajari dari LMS PGP. Jadilah seorang pemimpin pembelajaran yang adil dan berpihak pada murid.

Salam Guru Penggerak. 

Kamis, 31 Maret 2022

Coaching dalam pendidikan

 A. Konsep Coaching dalam Konteks Pendidikan

  • sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999) 
  • kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya (Whitmore, 2003)

Selain definisi-definisi yang diungkapkan oleh para ahli yang telah disebutkan di atas, International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai:

“…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.”

Dari definisi ini, Pramudianto (2020) menyampaikan tiga makna yaitu:

  1. Kemitraan. Hubungan coach dan coachee adalah hubungan kemitraan yang setara. Untuk membantu coachee mencapai tujuannya, seorang coach mendukung secara maksimal tanpa memperlihatkan otoritas yang lebih tinggi dari coachee.
  2. Memberdayakan. Proses inilah yang membedakan coaching dengan proses lainnya. Dalam hal ini,  dengan sesi coaching yang ditekankan pada bertanya reflektif dan mendalam, seorang coach dapat menggali, memetakan situasinya sehingga menghasilkan pemikiran atau ide-ide baru.
  3. Optimalisasi. Selain menemukan jawaban sendiri, seorang coach akan berupaya memastikan jawaban yang didapat oleh coachee diterapkan dalam aksi nyata sehingga potensi coachee berkembang.

    Paradigma Pendampingan Coaching Sistem Among - ARTI Sistem Among (Tut Wuri Handayani) menjadi salah satu kekuatan dalam pendekatan pendampingan (coaching) bagi guru. Tut Wuri (mengikuti, mendampingi) mempunyai makna mengikuti/mendampingi perkembangan murid dengan penuh (holistik) berdasarkan cinta kasih tanpa pamrih, tanpa keinginan menguasai dan memaksa. Handayani (mempengaruhi) mempunyai makna merangsang, memupuk, membimbing dan memberi teladan agar murid mengembangkan pribadinya melalui disiplin pribadi. Among merupakan bahasa Jawa yang memiliki arti mengasuh, mengikuti, mendampingi. Guru (Pamong/Pedagog) adalah seorang memiliki cinta kasih dalam membimbing murid sesuai dengan kekuatan kodratnya. Guru sejatinya bebas dari segala ikatan/belenggu untuk menguasai dan memaksa murid. 
    Sistem Among dapat disebut juga sebagai upaya memanusiakan sang anak sebagai seorang manusia (humanisasi). Menilik kembali filosofi Ki Hajar Dewantara tentang peran utama guru (Pamong/Pedagog), maka memahami pendekatan Coaching menjadi selaras dengan Sistem Among sebagai salah satu pendekatan yang memiliki kekuatan untuk menuntun kekuatan kodrat anak (murid).     Pendampingan yang dihayati dan dimaknai secara utuh oleh seorang guru, sejatinya menciptakan ARTI (Apresiasi-Rencana-Tulus-Inkuiri) dalam proses menuntun kekuatan kodrat anak (murid sebagai coachee). ARTI sebagai prinsip yang harus dipegang ketika melakukan pendampingan kepada murid. Proses menciptakan ARTI dapat dilatih melalui pendekatan coaching sistem among dengan menggunakan metode TIRTA yang akan dibahas pada bab berikutnya. 

B. Coaching dalam Konteks Sekolah

    ARTI : Apresiasi - Rencana - Tulus - Inkuiri Apresiasi Dalam proses coaching, seorang coach memposisikan coachee sebagai mitra dan menghormati setiap apa yang dikomunikasikan, memberikan tanggapan positif dari apa yang disampaikan. 
        Apresiasi merupakan nilai yang terkandung dalam komunikasi yang memberdayakan. 
     Rencana Setiap proses pendidikan yang kita rancang pastilah bertujuan untuk mencapai sesuatu, begitu pula dengan Coaching. Proses coaching dilakukan sebagai pendampingan bagi coachee dalam menemukan solusi dan menggali potensi yang ada dalam diri, yang kemudian dituangkan dalam sebuah tindakan sebagai bentuk tanggung jawab (TIRTA).
    Tulus “Being present in the coaching session”. Pada saat sesi coaching, seorang coach hendaknya Tulus memberikan waktu dan diri seutuhnya dalam melakukan proses coaching. Dengan sebuah niat dan kesungguhan ingin membantu coachee dlm pengembangan potensi mereka. 
    Inkuiri Dalam proses coaching, seorang coach menuntun agar coachee dapat menggali, memetakan situasinya sehingga menghasilkan pemikiran atau ide-ide baru atas situasi yang sedang dihadapi. Proses coaching menekankan pada proses inkuiri yaitu kekuatan pertanyaan atau proses bertanya yg muncul dalam dialog saat coaching. Pertanyaan efektif mengaktifkan kemampuan berpikir reflektif para murid dan keterampilan bertanya mereka dalam pencarian makna dan jawaban atas situasi atau fenomena yang mereka hadapi dan jalani.

C. Coaching, Konseling, dan Mentoring



Senin, 28 Februari 2022

Pembelajaran Berdiferensiasi

  • Pembelajaran Berdiferensiasi
Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut. Untuk memenuhi hal tersebut diatas, guru minimal harus memiliki kemampuan untuk melaksanakan beberapa hal di bawah ini:

  1. Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.
  2. Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.
  3. Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya.
  4. Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.
  5. Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.

  • Implementasi Pembelajaran berdiferensisasi didalam kelas

Pembelajaran berdiferensiasi bukanlah berarti bahwa guru harus mengajar dengan 32 cara yang berbeda untuk mengajar 32 orang murid. Bukan pula berarti bahwa guru harus memperbanyak jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja dibandingkan yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi juga bukan berarti guru harus mengelompokkan yang pintar dengan yang pintar dan yang kurang dengan yang kurang. Bukan pula memberikan tugas yang berbeda untuk setiap anak. Pembelajaran berdiferensiasi bukanlah sebuah proses pembelajaran yang semrawut (chaotic).

Guru membuat sebuah rencana pembelajaran berdiferensiasi yang didasarkan pada Kebutuhan belajar murid yang di landasi dari 3 hal, yaitu: 1. Kesiapan belajar murid, bekal pengetahuan awal yang sudah dimiliki murid sebelum pembelajaran sebuah materi dilaksanakan. 2. Minat belajar murid, kesenangan murid pada suatu bidang. Minat ini bisa secara alami dimiliki murid, bisa juga ditumbuhkan oleh guru dengan berbagai cara agar murid tertarik pada suatu bidang. Misalnya dengan menumbuhkan ide ide yang menarik, dengan bahasa dan  gaya bicara yang menarik dan sebagainya. 3. Profil belajar murid, Kemudahan murid dalam menangkap suatu materi. Biasanya dibagi menjadi tiga kategori, yaitu, 1. Murid Auditori, murid yang lebih mudah menangkap suatu materi dengan media suara. Mereka lebih mudah menangkap materi apabila mendapatkan penjelasan dengan ceramah. 2. Murid visual, lebih mudah memahami materi melalui gambar dan video. 3. Murid Kinestetik, lebih mudah memahami materi sambil praktik (learning by doing).

Diferensiasi yang dilaksanakan dalam pembelajaran bisa meliputi satu atau kombinasi dari tiga bidang. 1. Diferensiasi konten, membedakan kompleksitas konten pembelajaran tiap individu murid di kelas sesuai kebutuhan belajar. 2. Diferensiasi proses, membedakan proses pembelajaran yang dilalui dalam pembelajaran tiap individu murid di kelas sesuai kebutuhan belajar. 3. Diferensiasi produk, membedakan produk (luaran) hasil pembelajaran tiap individu murid di kelas sesuai kebutuhan belajar.

  • Optimalisasi hasil belajar siswa dengan strategi 

Apabila pembelajaran dengan berbagai strategi diferensiasi ini dilaksanakan dengan baik, maka diharapkan akan mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan kemampuan dan bakat murid. Pada akhir tema dilaksanakan tes sumatif yang akan mengukur capaian belajar murid. Disini di buat sebuah set soal yang sama. Hasil tes tersebut akan menunjukkan nilai optomal dari masing masing murid. Mulai dari yang hanya mendapat setara kkm, ada juga yang bisa mendapat nilai maksimal sebuah tes.

  • Kesimpulan

Setelah mempelajari filosofi pendidikan KHD hingga implementasi Budaya Positif di sekolah, kita harus mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam melaksanakan pembelajaran sesuai dengan syarat dan prasyarat yang mendukung. Menciptakan lingkungan belajar yang positif, yang mengundang murid untuk belajar, melaksanakan pembelajaran ynag berpihak pada murid sesuai filosofi KHD, menciptakan suasana aman dan nyaman untuk belajar, saling menghargai dan menyayangi antar semua warga kelas dan sebagainya. Hasil optimal yang menjadi tujuan pembelajaran akan mudah dicapai apabila semua hal di atas bisa terpenuhi dan dilaksanakan.

Zuana NH 

Rabu, 02 Februari 2022

Penerapan Budaya Positif di SMPN 1 Prambon

Penerapan Budaya Positif di SMPN 1 Prambon

Rencana Pelaksanaan 

Diseminasi

Diseminasi merupakan tahapan yang sangat penting dalam mendukung kealancaran pelaksanaan Penerapan Budaya Positif yang dilaksanakan di sekolah. Pada tahap ini terbentuk visi yang selaras di antara para pendidik yang ada disekolah. Dengan keselarasan ini akan memungkinkan terlaksananya program ini dengan baik dan lancar. 

Pendidik, dalam hal ini para guru, di sekolah mendapatkan gambaran awal dalam pelaksanaan program. Mereka memperoleh materi, dan bertanya jawab dalam kegiatan diseminasi ini. Terbentuklah sebuah awal yang baik dalam pelaksanaan program sehingga kegiatan bisa dilaksanakan.


Gambar 1. Pemaparan materi Budaya Positif.



Gambar 2. Sesi tanya jawab.



Gambar 3. Pembuatan kesimpulan dan rencana tindakan.

Pembentukan Keyakinan Kelas

Dalam pembentukan keyakinan kelas ini, guru mempersilakan murid-murid di kelas untuk bercurah pendapat tentang peraturan yang perlu disepakati di kelas. Murid berdiskusi dalam beberapa kelompok.


Gambar 4. Diskusi siswa dalam pembentukan keyakinan kelas.

Langkah selanjutnya adalah mencatat semua masukan-masukan para murid di papan tulis atau di kertas besar (kertas ukuran poster), di mana semua anggota kelas bisa melihat hasil curah pendapat. Dalam curah pendapat ini guru mempersilahkan ketua kelas untuk memimpin diskusi. Hal ini juga bertujuan melatih siswa dalam kepemimpinan.


Gambar 5. Curah pendapat dipimpiun oleh ketua kelas.


Keyakinan kelas dicatat dan disusun dalam kalimat kalimat yang positif. Kemudian para siswa membuat kesepakatan tentang keyakinan kelas mana saja yang akan diterapkan di kelas mereka.


Gambar 6. Penulisan keyakinan kelas yang disepakati.

Peninjauan kembali daftar curah pendapat yang sudah dicatat. Mengubah-suaikan pernyataan yang tertulis di sana yang berupa peraturan-peraturan. Selanjutnya, murid-murid diajak untuk menemukan nilai kebajikan atau keyakinan yang menjadi inti dari peraturan tersebut.


Gambar 7. Mengubah-suaikan keyakinan Kelas

Keyakinan Kelas selanjutnya bisa dilekatkan di dinding kelas di tempat yang mudah dilihat semua warga kelas.


Gambar 8. Contoh keyakinan kelas yang di tempel di dinding.

Penerapan keyakinan kelas

Restitusi
Siswa yang melanggar keyakinan kelas mendapatkan perlakuan khusus sesuai dengan kesepakatan yang telah di buat. Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai.  Sebelumnya kita telah belajar tentang teori kontrol bahwa pada dasarnya, kita memiliki motivasi intrinsik.


Gambar 9. Proses restitusi untuk siswa

Demikianlah pelaksanaan penerapan budaya positif di SMPN 1 Prambon mulai awal perencanaan, monitoring, dan evaluasi di akhir. Penulis yakin sekali bahwa banyak kekurangan dan kesalahan yand terjadi. Kritik dan saran dipersilahkan.

Selasa, 01 Februari 2022

Diseminasi Budaya Positif

Budaya Positif 

Perubahan Paradigma

“..bila kita ingin membuat kemajuan perlahan, sedikit-sedikit, ubahlah sikap atau perilaku Anda. Namun bila kita ingin memperbaiki cara-cara utama kita, maka kita perlu mengubah kerangka acuan kita. Ubahlah bagaimana Anda melihat dunia, bagaimana Anda berpikir tentang manusia, ubahlah paradigma Anda, skema pemahaman dan penjelasan aspek-aspek tertentu tentang realitas”. (Stephen R. Covey, Principle-Centered Leadership, 1991)


Disiplin

Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa 

“dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat ”self discipline” yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka. 
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,  Cetakan Kelima, 2013, Halaman 470).

Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi internal. Jika kita tidak memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk mendisiplinkan kita atau motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan dari dalam diri kita sendiri.

3 Motivasi Perilaku Manusia

1. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman

Ini adalah tingkat terendah dari motivasi perilaku manusia. Biasanya orang yang motivasi perilakunya untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, akan bertanya, apa yang akan terjadi apabila saya tidak melakukannya? Sebenarnya mereka sedang menghindari permasalahan yang mungkin muncul dan berpengaruh pada mereka secara fisik, psikologis, maupun tidak terpenuhinya kebutuhan mereka, bila mereka tidak melakukan tindakan tersebut. 

2. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. 

Satu tingkat di atas motivasi yang pertama, disini orang berperilaku untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Orang dengan motivasi ini akan bertanya, apa yang akan saya dapatkan apabila saya melakukannya? Mereka melakukan sebuah tindakan untuk mendapatkan pujian dari orang lain yang menurut mereka penting dan mereka letakkan dalam dunia berkualitas mereka. Mereka juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan hadiah, pengakuan, atau imbalan. 

3. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya

Orang dengan motivasi ini akan bertanya, akan menjadi orang yang seperti apa bila saya melakukannya?. Mereka melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka yakini dan hargai, dan mereka melakukannya karena mereka ingin menjadi orang yang melakukan nilai-nilai yang mereka yakini tersebut. Ini adalah motivasi yang akan membuat seseorang memiliki disiplin positif karena motivasi berperilakunya bersifat internal, bukan eksternal.

Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada murid-murid kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki motivasi tersebut, mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai.

Keyakinan Kelas

Pembentukan Keyakinan Kelas:

  • Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit.
  • Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
  • Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
  • Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas.
  • Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut. 
  • Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat.
  • Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.
Dalam menjalankan peraturan ataupun keyakinan kelas, bilamana ada suatu pelanggaran, tentunya sesuatu harus terjadi. Untuk itu kita perlu meninjau ulang penerapan penegakan peraturan atau keyakinan kelas kita selama ini. Penerapan terhadap suatu pelanggaran bisa dalam bentuk hukuman atau sanksi, atau berupa Restitusi.

5 Kebutuhan Dasar Manusia



Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), cinta dan kasih sayang (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan kekuasaan (power). Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat satu persatu kelima kebutuhan dasar ini.

5 Posisi Kontrol

Penghukum: Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi.

Pembuat Orang Merasa Bersalah: pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat orang merasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri.

Teman: Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid.

Monitor/Pemantau: Memonitor berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau.

Manajer: Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi mentor di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri.  Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada.



Restitusi
Sebuah Cara Menanamkan disiplin positif Pada Murid

Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004)

Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai.  Sebelumnya kita telah belajar tentang teori kontrol bahwa pada dasarnya, kita memiliki motivasi intrinsik.

Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan

Dalam restitusi, ketika murid berbuat salah, guru tidak mengarahkan untuk menebus kesalahan dengan membayar sejumlah uang, memperbaiki kerugian yang timbul, atau sekedar meminta maaf. Karena kalau fokusnya kesana, maka murid yang berbuat salah akan fokus pada tindakan untuk menebus kesalahan dan menghindari ketidaknyamanan, yang bersifat eksternal,  bukannya pada upaya perbaikan diri, yang lebih bersifat internal. Biasanya setelah menebus kesalahan, orang yang berbuat salah akan merasa sudah selesai dengan situasi itu sehingga merasa lega, dan seolah-olah kesalahan tidak pernah terjadi.

Restitusi sebenarnya juga meliputi usaha untuk menebus kesalahan, tetapi sebaiknya merupakan inisiatif dari murid yang melakukan kesalahan. Proses pemulihan akan terjadi bila ada keinginan dari murid yang berbuat salah untuk melakukan sesuatu yang menunjukkan rasa penyesalannya. Fokusnya tidak hanya pada mengurangi kerugian pada korban, tapi juga bagaimana menjadi orang yang lebih baik dan melakukan hal baik pada orang lain dengan kebaikan yang ada dalam diri kita.

Restitusi memperbaiki hubungan

Restitusi adalah tentang memperbaiki hubungan dan memperkuatnya. Restitusi juga membantu murid-murid dalam hal mereka ingin menjadi orang seperti apa dan bagaimana mereka ingin diperlakukan. Restitusi adalah proses refleksi dan pemulihan. Proses ini menciptakan kondisi yang aman bagi murid untuk menjadi jujur pada diri mereka sendiri dan mengevaluasi dampak dari tindakan mereka pada orang lain. Ketika proses pemulihan dan evaluasi diri telah selesai, mereka bisa mulai berpikir tentang apa yang bisa dilakukan untuk menebus kesalahan mereka pada orang yang menjadi korban. 


Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan

Restitusi yang dipaksa bukanlah restitusi yang sebenarnya, tapi konsekuensi. Bila guru memaksa proses restitusi, maka murid akan bertanya, apa yang akan terjadi kalau saya tidak melakukannya. Misalnya mereka sebenarnya tidak suka konsekuensi yang guru sarankan, mereka mungkin akan setuju dan akan melakukannya, tapi karena mereka menghindari ketidaknyamanan atau menghindari kehilangan kebebasan atau diasingkan dari kelompok. Mereka akan percaya kalau mereka menyakiti orang, maka mereka juga tersakiti, maka mereka pikir itu impas. Seorang anak yang memukul temannya akan mengatakan, “Kamu boleh pukul aku balik, biar impas”. Memaksa melakukan restitusi bertentangan dengan perkembangan moral, yaitu kebebasan untuk membuat pilihan. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk menciptakan kondisi yang membuat murid bersedia menyelesaikan masalah dan berbuat lebih baik lagi, dengan berkata, “Tidak apa-apa kok berbuat salah itu manusiawi. Semua orang pasti pernah berbuat salah”. Pembicaraan ini bersifat tawaran, bukan paksaan, bukan mengatakan, “Kamu harus lakukan ini, kalau tidak maka…”


Restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri

Dalam proses restitusi kita akan melihat adanya ketidakselarasan antara tindakan murid yang berbuat salah dan keyakinan mereka tentang orang seperti apa yang mereka inginkan. Untuk membimbing proses pemulihan diri, guru bisa bertanya pada mereka:

  • Kamu ingin menjadi orang seperti apa?
  • Kamu akan terlihat, terdengar, dan terasa seperti apa kalau kamu sudah menjadi orang yang seperti itu?
  • Apa yang kamu percaya tentang bagaimana orang harus memperlakukan orang lain?
  • Bagaimana kamu mau diperlakukan ketika kamu berbuat salah?
  • Apa nilai yang diajarkan di keluargamu tentang hal ini? Apakah kamu memegang nilai ini?
  • Kalau tidak, lalu apa yang kamu percaya?

Kita tidak ingin menciptakan rasa bersalah pada diri anak dengan bertanya seperti itu. Kalau guru melihat rasa bersalah di wajah murid, maka guru harus cepat-cepat mengatakan, “Tidak apa-apa kok berbuat salah”.

Ketika murid sudah dibimbing untuk mengeksplorasi orang seperti apa yang mereka inginkan, guru bisa mulai bertanya tentang kejadiannya,  seberapa sering hal ini terjadi,  apa yang ia lakukan, ia berada di mana.  Murid tidak akan berbohong pada guru.


Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan

Untuk berpindah dari evaluasi diri ke restitusi diri, penting bagi murid untuk memahami dampak dari tindakannya pada orang lain.  Kalau murid paham bahwa setiap orang memiliki kebutuhan dasar untuk dipenuhi, hal ini akan sangat membantu, sehingga ketika murid melakukan kesalahan, mereka akan menyadari kebutuhan apa yang sedang mereka coba penuhi, demikian juga kebutuhan orang lain. 

Untuk membantu murid mengenali kebutuhan dasarnya, guru bisa meminta mereka mengenali perasaan mereka. Perasaan sedih dan kesepian menunjukkan adanya kebutuhan cinta dan kasih sayang yang tidak terpenuhi. Perasaan dipaksa, atau terlalu banyak beban, menunjukkan kurangnya kebutuhan akan kebebasan.  Perasaan takut akan kelelahan, kelaparan, menunjukkan pada kita kalau kita merasa tidak aman. Perasaan bosan menunjukkan kurang terpenuhinya kebutuhan akan kesenangan. 


Restitusi diri adalah cara yang paling baik

Dalam restitusi diri murid belajar untuk mengubah kebiasaan dari kecenderungan untuk mengomentari orang lain,  menjadi mengomentari diri sendiri. Dr. William Glasser menyatakan, orang yang bahagia akan mengevaluasi diri sendiri, orang yang tidak bahagia akan mengevaluasi orang lain.

Restitusi fokus pada karakter bukan tindakan

Dalam proses restitusi diri, maka murid akan menyadari dia sedang menjadi orang yang seperti apa, yang itu adalah menunjukkan fokus pada penguatan karakter. Ketika guru membimbing murid untuk penguatan karakter, guru akan mengatakan, “Ibu/Bapak tidak terlalu mempermasalahkan apa yang kamu lakukan hari ini, tetapi mari kita bicara tentang apa yang akan kamu lakukan besok.  Kamu bisa saja minta maaf, tapi orang akan lebih suka mendengar apa yang akan kamu lakukan dengan lebih baik lagi.


Restitusi menguatkan

Bisakah momen ketika murid melakukan kesalahan menjadi sebuah momen yang baik? Jawabnya, tentu bisa, asalkan ia bisa belajar dari kesalahan itu. Apa maksud dari kalimat kita bisa lebih kuat setelah kita belajar dari kesalahan? Lebih kuat disini maksudnya bukan menekan perasaan kita dalam-dalam. Kuat disini artinya menyadari apa yang bisa murid ubah, dan murid benar-benar mengubahnya. Guru bisa bertanya, apa yang dapat kamu ubah dari dirimu sendiri? Bagaimana kamu akan berubah?


Restitusi fokus pada solusi

Dalam restitusi, guru menstabilkan identitas murid dengan mengatakan,  “Kita tidak fokus pada kesalahan, Bapak/ibu tidak tertarik untuk mencari siapa yang benar, siapa yang salah.


Restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah pada kelompoknya

Mari kita lihat praktik pendidikan kita yang seringkali memisahkan anak-anak dari kelompoknya, misalnya seorang anak TK bersikap tidak kooperatif pada saat kegiatan mendengar dongeng dari gurunya, anak itu disuruh keluar dari kelompoknya, atau anak itu diminta duduk di belakang kelas atau di pojok kelas, disuruh keluar kelas ke koridor, ke kantor guru, seringkali dibiarkan tanpa pengawasan.  

Kalau ada anak remaja nakal, orangtua menyuruh pergi dari rumah. Padahal kalau mereka jauh dari orang tuanya, orang tuanya jadi tidak bisa mengajari mereka dan mereka tidak belajar nilai-nilai kebajikan. Kalau mereka tidak belajar, bagaimana nasib generasi kita ke depan? Kalau kita menjauhkan remaja kita, maka mereka akan putus hubungan dengan kita.

Ketika anak berbuat salah, kita tidak bisa memotivasi anak untuk menjadi baik, kita hanya bisa menciptakan kondisi agar mereka bisa melihat ke dalam diri mereka. Kita seharusnya mengajari mereka untuk menyelesaikan masalah mereka, dan berusaha mengembalikan mereka ke kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat.




Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang sedang mencari perhatian adalah anak yang sedang mengalami kegagalan. Dia mencoba untuk memenuhi kebutuhan dasarnya namun ada benturan. Kalau kita mengkritik dia, maka kita akan tetap membuatnya dalam posisi gagal. Kalau kita ingin ia menjadi proaktif, maka kita harus meyakinkan si anak, dengan cara mengatakan kalimat-kalimat ini:

  • Berbuat salah itu tidak apa-apa.
  • Tidak ada manusia yang sempurna
  • Saya juga pernah melakukan kesalahan seperti itu.
  • Kita bisa menyelesaikan ini.
  • Bapak/Ibu tidak tertarik mencari siapa yang salah, tapi Bapak/Ibu ingin mencari solusi dari permasalahan ini.
  • Kamu berhak merasa begitu.
  • Apakah kamu sedang menjadi teman yang baik buat dirimu sendiri?

Setiap tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan dasar. Kalau kita memahami kebutuhan dasar apa yang mendasari sebuah tindakan, kita akan bisa menemukan cara-cara paling efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Menurut Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk,  pasti memiliki maksud/tujuan tertentu. Seorang guru yang memahami teori kontrol pasti akan mengubah pandangannya dari teori stimulus response ke cara berpikir proaktif yang mengenali tujuan dari setiap tindakan. Kita mungkin tidak suka sikap seorang anak yang terus menerus merengek, tapi bila sikap itu mendapat perhatian kita, maka itu telah memenuhi kebutuhan anak tersebut. Kalimat-kalimat dibawah ini mungkin terdengar asing buat guru, namun bila dikatakan dengan nada tanpa menghakimi akan memvalidasi kebutuhan mereka.

  • “Padahal kamu bisa melakukan yang lebih buruk dari ini ya?”
  • “Kamu pasti punya alasan mengapa melakukan hal itu”
  • “Kamu patut bangga pada dirimu sendiri karena kamu telah melindungi sesuatu yang penting buatmu”.
  • “Kamu boleh mempertahankan sikap itu, tapi kamu harus menambahkan sikap yang baru.”

Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal. Ketika identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah divalidasi (langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini menghubungkan keyakinan anak dengan keyakinan kelas atau keluarga.

  • Apa yang kita percaya sebagai kelas atau keluarga?
  • Apa nilai-nilai umum yang kita telah sepakati?
  • Apa bayangan kita tentang kelas yang ideal?
  • Kamu mau jadi orang yang seperti apa?




PGP 4-Kabupaten Nganjuk-Zuana Nurul Huda-3.3.Aksi Nyata

3.3.a.10 Aksi Nyata - Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid Program Digitalisasi Karya Siswa (DISKA) 1. Latar Belakang Dalam menuntu...